Ruang Untukmu -
Bab 914
Bab 914
Bab 914
“Berjanjilah kepada saya kalau kamu tidak akan mempertaruhkan nyawamu semudah itu lain kali,” kata Raditya meminta dengan suara yang berat, serius, dan tegas.
Ini pertama kalinya Anita mendapatkan permintaan seperti ini yang sampai membekas di relung jiwanya. Lalu, dia mengangguk sambil berkata, “Saya berjanji.”
“Nyawamu itu sangat penting,” kata Raditya yang lagi–lagi menekankan perkataannya.
Kata–katanya seakan mengakui perasaannya kepada Anita. Anita menunduk sambil menggigit bibirnya dan bertanya, “Apa nyawa saya sepenting itu bagimu?”
Suara Raditya bergema di atas Anita tatkala pria itu berbicara dengan yakin, “Iya.”
Begitu mendengar jawaban Raditya, jantung Anita berdebar kencang. Kemudian, dia melemparkan dirinya ke dalam pelukan Raditya dan memeluknya. “Baiklah, saya akan jaga diri dan tidak akan membiarkanmu khawatir lagi.”
Raditya yang kaget, lalu berhenti selama beberapa saat. Namun, dia segera menatap wanita yang ada di lengannya ini dan membelai kepala Anita dengan lembut. Mata gelap Raditya penuh dengan pikiran yang saling bertentangan mengenai kendali, kasih sayang, dan harapan.
Sementara itu, Anita masih menunduk. Jika Anita mengangkat kepala, dia pasti akan melihat tatapan Raditya yang penuh emosi. Saat itu, langkah kaki terdengar dari belakang mereka. Anita melepaskan pelukan Raditya untuk menjaga jarak dari pria itu.
Di sisi lain, Raditya terlihat kecewa begitu Anita melepaskan diri dari pelukannya. Lalu, Raditya memperhatikan kedua rekannya yang berjalan mendekat. Ketika kedua rekan Raditya sudah sangat
dekat, mereka berdua terkejut melihat Raditya dan Anita berdiri di sana. Setelah menyadari tatapan tajam dari Raditya, kedua pria itu tertawa gugup. “K–Kami salah belok. Kami akan pergi sekarang juga!”
Saat bergegas pergi, kedua pria itu saling bertabrakan. Anita mau tidak mau tertawa terbahak–bahak. Mereka berdua sepertinya lebih canggung dibandingkan Anita. Lalu, dia meraih tangan Raditya sambil berkata, “Ayo kita pulang.”
Raditya membiarkan Anita memimpin jalan pulang. Saat ini, Anita berjalan dengan gembira di depan Raditya seakan dia sudah menaklukkan seekor singa gila. Selain itu, Anita juga merasakan semacam pencapaian aneh saat dia berjaaln pulang. Namun, Anita melepaskan Raditya saat mereka mencapai pintu masuk markas. Lagi pula, Anita tidak ingin orang lain tahu kalau mereka berkencan dan menjadi pusat perhatian.
“Anda sudah pulang, Pak Raditya!” seru Arini yang memakai gaun ketat berwarna merah dan terlihat seperti mawar merah, membuatnya terlihat sangat menarik.
Arini jelas–jelas berusaha menarik perhatian Raditya. Ketika Anita melihat hal itu, dia menjadi marah dan dia juga mencoba menarik perhatian Raditya.
“Pak Raditya, saya dengar Anda punya banyak buku di kamar Anda. Di sini sangat membosankan. Apa saya boleh pergi ke kamar Anda untuk meminjam beberapa buku?” tanya Arini dengan sungguh– sungguh.
Anita terkekeh. “Raditya tidak punya waktu untuk itu. Apa yang mau kamu baca? Saya akan pergi bersamamu.”
“Tidak apa–apa, Nona Anita. Saya bisa mengambil sendiri buku itu,” gumam Arini dengan sedih.
“Kalau kamu memasuki kamar saya, sepertinya itu kurang pantas,” jawab Raditya dingin kepada Arini sambil mengantar Anita pergi dan mendekap pundaknya.
Bahkan, Raditya pun tak menyempatkan waktu untuk melihat wanita lain. Mata Arini menyala penuh pembangkangan karena reaksi Raditya yang hanya memicu sisi kompetitif Arini. Dia tak akan menyerah karena dia yakin kalau semua pria akan berlutut di hadapannya.
Di sisi lain, Anita tidak kembali ke kamarnya. Saat Raditya pergi rapat, Anita malah menunggu di kamar Raditya. Dia tak bisa duduk tenang. Dia akan duduk di sofa, berbaring di tempat tidur atau tengkurap sambil tersenyum kepada dirinya sendiri beberapa saat kemudian.
Hal yang bisa dipikirkan Anita hanyalah ciuman Raditya tadi pagi. Anita menyebut ciuman itu sebagai ‘ciuman dominan‘ Raditya. Raditya tampak dominan dan kasar, tetapi Anita sangat menyukainya. Ketika Anita mengingat ciuman itu, mau tidak mau dia menyembunyikan wajahnya di seprai dan terkikik seperti anak kecil.
Namun, dia menopang kepalanya dengan satu tangan dan mulai merasa khawatir begitu dia tersadar. Raditya sudah bertunangan. Apa yang dilakukan Anita sudah melewati batas. Dia merasa bersalah. Dialah orang yang bersalah selama Raditya belum membatalkan pertunangannya.
Sementara itu, Raditya sedang mengadakan rapat secara daring dengan para bawahan di ruang konferensi. Di dinding ruang konferensi, proyektor menunjukkan pemandangan area rapat lain. Di dalam ruangan itu, ada orang–orang dari berbagai macam usia yang sedang mendiskusikan keadaan darurat baru.
“Pak Raditya, kami mendapat perintah agar Anda tidak dapat bergabung dalam misi ini,” kata salah satu pria yang lebih tua.
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report