Ruang Untukmu
Bad 753

Bad 753

Bab 753

Setelah itu ada seseorang yang menghampiri dan berkata, “Luna Prapanca, seseorang datang ingin menemuimu. Bangunlah.”

Mendengar kalimat itu, Luna agak terkejut. Apakah Iby di sini? Apakah Ayah berhasil menjamin saya untuk

keluar?

Ketika sampai di ruang kunjungan, dengan tangan terborgol, matanya terlihat panik dan bersalah demi melihat siapa yang tengah menunggunya di kursi. Tasya adalah orang terakhir yang dia harap untuk bertemu.

Di sisi lain, tatapan tajam mata Tasya penuh dengan dendam dan marah.

Duduk dengan kepala tertunduk, Luna, yang tak punya muka lagi, dapat merasakan tatapan menyakitkan yang terproyeksi padanya, yang membuat pipinya terasa panas seolah baru saja tertampar.

“Kamu benar–benar tak punya malu, Luna,” kata Tasya dingin.

“Saya tidak punya pilihan lain. Saya terpaksa melakukannya. Selain itu, saya telah menyukai Elan sejak masih kanak–kanak dulu. Sayalah yang muncul terlebih dahulu dalam kehidupannya, tetapi mengapa justru Kamu yang dinikahi olehnya? Saya tidak bisa menerima semua ini.” Luna mengungkapkan emosi yang sudah ditahannya.

“Tidak ada pentingnya siapa yang datang terlebih dahulu atau datang terakhir dalam cinta, jadi berhentilah mengucapkan alasan seperti itu. Dia adalah pendamping hidup saya sekarang dan kamu tidak boleh menyakitinya.”

Wajah Luna memerah saat ingin membalas memaki Tasya, tetapi segera menyadari bahwa apapun yang dia katakan pasti akan menentang Tasya.

“Saya ingin sekali melahirkan anaknya, bahkan bila anak itu akan berstatus tidak sah sekalipun.” Luna tersenyum pahit.

Sambil menekan emosinya, Tasya menolak kata–katanya. “Kamu tidak memiliki hak seringan apapun untuk melakukan hal itu.”

Luna tiba–tiba menyerang Tasya, “Kamu pikir Elan akan mencintaimu selamanya? Suatu hari nanti, dia akan bertemu perempuan lain yang akan membuatnya sadar bahwa dia memiliki hati yang berubah– ubah. Berhentilah berlaku sombong.”

Terlepas dari siapapun, seorang perempuan pasti akan gelisah mendengar kata–kata ini.”

Namun, Tasya hanya mendengarkan dengan tenang sambil menyadari bahwa kata–kata yang diucapkan Luna semata untuk membuatnya kesal. “Saya rasa kamu harus memikirkan masa depanmu sendiri, Luna. Tentang ayaḥmu, dia harus menjalani dakwaan tak kurang dari sepuluh tahun. Bila saya meminta pengacara untuk bekerja lebih keras lagi dan menggali semua kotoran pada dirinya, rasanya dua puluh tahun bukan hal yang tidak mungkin!”

“Kamu.. Jangan keterlaluan begitu, Tasya.” Luna mulai panik.

“Untuk ibumu, karena perusahaan ayahmu sedang menuju kebrangkutan dan telah menghentikan semua transaksi di pasar modal, saya rasa dia bakal harus bekerja sepanjang sisa hidupnya untuk membayar semua

utang ayahmu. Tidak hanya dia, bahkan saudara laki–laki kamu harus menjalani nasib yang sama. Semua ini berakar dari apa yang telah dilakukan oleh kamu dan ayahmu, maka ini semata retribusi.

Setelah mendengarnya, Luna menjatuhkan diri ke kursinya dengan air mata penyesalan sambil memohon, “Tasya, tinggalkan ayah saya sendiri. Saya memohon dengan sangat. Maafkan saya, maafkan saya. Saya bersedia memohon maaf padamu sampai kamu puas.”

Namun, Tasya hanya menatapnya dingin. “Satu–satunya permohonan maaf yang saya inginkan darimu adalah kamu merasakan kepedihan yang sama yang saya alami.”

Sambil berkata, Tasya kemudian pergi dengan anggun meninggalkan Luna yang lunglai diliputi kebencian.

Begitu meninggalkan area penjara, tatapan dingin Tasya tak terlihat lagi saat menerima panggilan telepon dari Elan. “Baiklah. Saya menuju ke restoran sekarang.”

Restoran itu beratmosfir hangat yang sangat cocok untuk pasangan makan bersama. Dengan hidangan yang lezat dan anggur berkualitas, percakapan apapun akan larut ke dalam romantisme.

Sambil berdiri, Elan meraih tas Tasya dan menarik kursi untuknya.

Tasya, yang dengan senang hati menerima sikap lelaki sejati dari suaminya ini, merasa sangat berbahagia.

“Tidak ada yang bikin susah saat rapat tadi, bukan?” Elan bertanya dengan penuh perhatian.

“Tak ada.” Tasya tersenyum dan menggeleng.

“Bila ada, beritahu saya. Akan saya tangani.”

Tasya tersenyum penuh percaya diri. “Tenang sajalah. Sebagai istrimu, saya yang akan mengurusi hal remeh seperti ini.”

Tentu saja, Elan tahu bahwa Tasya memiliki pribadi yang kuat. Betapapun terlihat lembut dan halus dari luar, sesungguhnya dia begitu tegar di dalam dirinya.

“Perusahaan akan mengadakan kegiatan amal minggu ini di bawah nama kita. Kamu dapat mengundang beberapa temanmu ke acara ini,” kata Elan.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report