Ruang Untukmu
Bab 747

Bab 747

Ruang Untukmu

Bab 747

Arya berjalan ke arah sofa dan duduk di sebelah Salsa. Postur tubuhnya yang tinggi tegap semakin memperjelas tubuh mungil Salsa.

Sala dapat mencium aroma khas laki-laki itu; dulu, dia memiliki aroma cedar yang dingin dan elegan, yang sangat bertolak belakang dengan aromanya sekarang—segar dan murni harum sabun mandi. Selain itu, kejantanan yang terpancar dari dirinya sangat memesona.

Salsa diam-diam menelan ludah dan kemudian mengangkat kepalanya untuk menatap laki-laki yang berada tepat di hadapannya. Air menetes-netes dari rambut basahnya. Keningnya yang mengilat tampak sempurna dan kerangka tulangnya yang kokoh membuatnya semakin memikat.

Sedikit demi sedikit Salsa bergeser dan sengaja mendekat ke arah Arya. Dengan begitu, dia bersandar pada lengannya dengan nyaman sambil menonton acara TV.

Mata Arya yang menawan berkedip-kedip dan menyadari kalau Salsa semakin mendekat ke arahnya. Matanya tetap menatap ke arah televisi, tetapi lengannya secara alamiah memeluk perempuan itu.

Salsa menyandarkan separuh tubuhnya dalam pelukan Arya, jantungnya pun berdebar kencang. Dia membenamkan wajahnya dalam pelukan hangat, meringkuk dan merasakan kepalanya berada di dada Arya yang kokoh. Saat itu dia merasa nyaman dan aman.

Tak satupun dari mereka yang berbicara dan mereka saling berpelukan sambil menonton acara TV.

Bagi Arya, dia tidak peduli dengan jalan cerita acara itu. Yang paling penting adalah dia menikmati momen ini dan hatinya puas, bahagia.

Pada saat itu, layar TV menunjukkan adegan romantis dan cukup panas antara pemeran laki- laki dan perempuan.

Pemeran laki-laki dan perempuan berdiri di bawah lampu jalan yang temaram, saling berpelukan erat dan berciuman dengan penuh gairah.

Salsa mengulurkan tangan untuk mengambil alat pengontrol dan menekan tombol mempercepat adegan itu, tetapi segera menyadari bahwa alat itu berada di samping Arya. “Hei, berikan alat itu pada saya,” ucapnya.

Arya mengetahui niatnya dan menolak memberikan alat pengontrol itu. Di waktu yang bersamaan, tatapan matanya fokus tertuju pada Salsa.

Salsa pun tersipu malu karena ditatap dengan begitu tajam olehnya. Kemudian, tangan Arya yang hangat memegang dan mengangkat dagu Salsa dengan lembut. Salsa mengerti apa kelanjutannya, maka dengan cepat memejamkan matanya.

Arya tersenyum menyaksikan gadis yang gugup dalam pelukannya ini. Bulu mata yang bergerak-gerak.

Menebak bagaimana reaksinya setelah ini, Arya sengaja memberi kecupan di keningnya. Salsa menunggu sampai tidak lagi merasakan bibirnya menempel di keningnya sebelum membuka matanya perlahan-lahan dan mengintip. Tepat ketika itu, bibir Arya mendarat di bibir merahnya dan jantungnya langsung berdetak sangat cepat. Dia benar–benar genit!

Meskipun tidak dipungkiri, ciuman itu sangat panas sampai membuatnya puas.

Arya menciuminya dengan penuh gairah tanpa tergesa-gesa dan kasar; sangat murni dan tulus.

Setelah berciuman, Salsa mendapati dirinya lemas dalam pelukan laki-laki itu. Sementara itu, Arya bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke kamar mandi karena ingin mandi— mandi air dingin.

Salsa kembali ke kamar dan menekan dadanya karena jantungnya berdegup tidak karuan. Dia tahu Arya adalah laki-laki sejati, maka tidak akan melakukan tindakan yang tidak pantas. Namun, sebenarnya dirinyalah yang dia takuti. Dia khawatir apabila suatu hari dirinya mendapati Arya yang begitu menawan akan membuatnya tidak bisa menahan diri lagi.

Untung saja Arya mengetuk pintu untuk mengucapkan selamat malam kepadanya lalu berlalu ke kamarnya sendiri.

Sekitar pukul 3 sore di bandara, sebuah pesawat jet baru saja mendarat. Elan mengantar Luna, yang sudah pulang ke rumah, keluar dari bandara dan langsung menuju Rumah Sakit Prapanca.

Selama di perjalanan, Luna mencoba membujuk Elan dan berharap kalau Elan akan melepas ayah Luna dan memaafkan anggota keluarganya yang lain. Namun, Elan menolak permintaan Luna. Tidak hanya itu, Elan mengancam apabila Luna tidak segera menjalani operasi, maka seluruh keluarganya akan mengalami penderitaan yang mengerikan di masa depan.

Lampu kamar operasi menyala dan Luna memejamkan matanya erat-erat. Pada saat itu, tampak setetes air mata jatuh dari sudut matanya penuh rasa kekecewaan. Rasa sakit yang dirasakan tubuhnya ditambah gejolak batin yang dialaminya membuatnya semakin suram.

Dua puluh menit kemudian di ruang tunggu, Elan melirik Bimo, yang baru masuk dengan mendorong pintu. Ada kilatan kelelahan di mata Elan. “Apakah sudah selesai?”

“Iya, operasinya sudah selesai, kamu bisa lega sekarang.”

Elan akhirnya bisa bernapas lega. Dia akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan setelah melacak mencari informasi dan bergerak ke sana-sini menangani banyak hal selama beberapa hari terakhir ini.

Apakah kamu yakin ingin menghancurkannya? Mungkin bisa berguna suatu saat nanti.”

“Saya sangat yakin,” ucap Elan dengan sorot mata tegas. Kelak, takdir Keluarga Prapanca hanya akan berada di tangan satu perempuan. Dengan begitu, tidak akan ada cara apapun untuk melahirkan seorang penerus.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report