Ruang Untukmu
Bab 707

Bab 707

Ruang Untukmu

Bab 707

Setelah Tasya menghabiskan semangkuk bubur, Elan masuk untuk menemaninya. Tak lama kemudian, dia tertidur setelah dihibur oleh suaminya, dan Salsa masuk lagi untuk menutupi tubuh Tasya dengan selimut dan tetap di sisinya.

“Apakah kamu asisten barunya?” Elan tidak mengenali Salsa. Lagi pula, ada terlalu banyak orang di pesta pernikahan itu.

Salsa buru-buru bangkit dan menjawab, “Benar, Pak Elan, nama saya Salsa Anindito.”

“Kalau begitu, tolong jaga istri saya dan jangan biarkan siapa pun mengganggunya,” perintah Elan.

“Baik, Pak,” jawab Salsa dengan lembut.

Setelah Elan pergi, Salsa menjaga dengan sabar di sisi Tasya saat dia tidur. Sementara itu, teleponnya yang telah disetel ke mode senyap berdering, tetapi dia tidak menyadari bahwa nama penelponnya adalah Arya. Segera setelah itu, ponselnya berdering lagi. Dalam sekejap mata, lebih dari selusin panggilan tak terjawab sudah ditampilkan di layar.

Salsa melihat ekspresi lesunya Tasya, dan merasa sedih saat melihatnya. Saat itu, beberapa perawat mulai berbicara dari balik pintu. Dia pun buru-buru bangun dan keluar, lalu berbisik kepada mereka, “Bu Tasya sedang beristirahat. Tolong pelankan suaramu.”

Para perawat segera tersentak dengan kaget dan buru-buru menutup mulut mereka lalu segera pergi.

Di vila Arya, seseorang yang tampak kesal sedang berjalan bolak-balik di depan jendela dari lantai besar. Ada apa ini? Burung yang sudah dia bebaskan telah terbang menjauh darinya? Kenapa dia tak

bisa menghubungi Salsa? Apa yang sedang dilakukan olehnya? Apakah Salsa berpikir bahwa Arya telah membebaskannya setelah apa yang pria itu katakan terakhir kali?

Tak mau menyerah, Arya mengangkat ponselnya dan terus menelepon lagi, tetapi dia masih tidak mendapatkan jawaban.

“Sialan!” Dia langsung marah dan mengambil kunci mobil dari meja, berencana untuk keluar.

Namun, begitu membuka pintu, Arya melihat Marina yang sedang berjalan mendekat sambil mengobrol dengan seorang pelayan. Dia buru-buru menyembunyikan kekesalannya dan melangkah maju sambil

tersenyum. “Nenek.”

“Apa kamu akan pergi keluar?”

“Tidak, saya akan turun untuk mengambil secangkir kopi,” jawab Arya sambil membantunya menuruni tangga.

“Kamu harus menghabiskan waktu dengan Meila jika sedang tidak sibuk. Membosankan baginya untuk terus sendirian, dan kalian memiliki lebih banyak kesamaan.”

“Saya akan melakukannya.”

“Jangan keluar hari ini dan mengobrol saja dengan saya. Nanti, ikut saya untuk membuat pakaian. Kudengar ada butik bagus di sini yang membuat pakaian khusus untuk wanita berumur senja.”

“Nenek, saya akan meminta mereka untuk datang ke sini dan menyesuaikan ukuran pakaian untukmu.”

“Tidak perlu melakukannya. Ini adalah butik lawas yang menjahit pakaian bordir, jadi kamu jangan membesar-besarkannya.” Marina hanya ingin menjalani kehidupan biasa.

“Tentu saja, saya akan pergi denganmu.” Bagaimana mungkin dia tidak pergi?

Pada sore hari, ketika Salsa akhirnya berpikir untuk melihat ponselnya, dia baru menyadari bahwa ponselnya telah kehabisan daya karena dia lupa mengisi dayanya tadi malam. Oleh karena itu, dia hanya bisa membawa ponselnya ke ruang perawat untuk mengisi dayanya, sementara dia kembali ke ruang tunggu dan membolak- balik buku untuk menghabiskan waktu. Namun, dia tetap tidak tahu apa- apa tentang fakta bahwa ada beberapa panggilan tak terjawab di teleponnya, yang semuanya berasal dari seorang pria yang sedang marah.

Setelah Tasya bangun, Salsa menemaninya ke rumah duka. Hana telah menginstruksikan selama hidupnya bahwa dia ingin dikremasi, jadi langkah selanjutnya adalah sebuah proses kremasi.

Elan tidak membiarkannya mengikuti prosesi itu, jadi Tasya hanya berdiri di luar di taman dan menunggu bersama Salsa. Saat angin bertiup, air mata Tasya kembali mengalir dengan tak terkendali. Dia merasa kasihan pada Elan yang sedang berada di dalam, dan kenyataan bahwa dia harus menghadapi semua ini. Pada saat yang sama, dia tak bisa menerima kenyataan bahwa Hana telah pergi selamanya.

Salsa mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Tasya dan menyerahkan selembar tisu, tak tahu bagaimana cara untuk menghiburnya.

Setengah jam kemudian, Sabrina sudah dibantu oleh asistennya, wajahnya penuh dengan air mata. Bahkan jika dia adalah wanita yang kuat, dia masih tak bisa menerima kepergian ibunya.

Tasya menarik napas dalam-dalam dan berjalan mendekat, lalu memanggil, “Bibi Sabrina”

“Tasya, kamu harus menemani Elan malam ini.” Sabrina menghela napas. Sekarang, Elan adalah satu- satunya orang yang masih di dalam untuk mengantar Hana pergi untuk terakhir kalinya.

Tasya mengangguk. “Saya akan melakukannya.”

Setelah beberapa saat, Elan sudah muncul di lobi, sebuali toples hitam ditutupi dengan lapisan kain hitam sudah ada di tangannya. Dia mengenakan setelan hitam, wajahnya penuh duka. Matanya memerah karena seluruh tubuhnya sedang diselimuti oleh kesedihan.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report