Ruang Untukmu -
Bab 680
Bab 680
Bab 680
“Arya, apa ada yang sedang kamu pikirkan? Kamu bisa membicarakannya dengan saya!” Meila duduk di sampingnya dan memeluk tangan Arya sambil menatap Arya dengan mata berbinar.
“Tidak.” Arya menggelengkan kepalanya.
Lalu, Meila mengerucutkan bibirnya dan bertanya, “Apa kamu sedang memikirkan Salsa?”
Mendengar ini, Arya mengangkat kedua alisnya yang indah dan menjawab, “Tidak.”
Bagaimana bisa dia merindukannya? Lagi pula, Salsa tidak bisa kabur karena dia belum mengembalikan berlian warisan keluarga Arya.
Pukul 09:30 malam, Tasya menemani anak laki–lakinya di kamar dan memandikannya lalu memakaikan pakaian tidur bergambar kartun yang lucu.
Rambut Jodi yang masih basah disisir ke samping, menunjukkan wajah kecilnya yang tampan dan lembut, membuatnya tampak seperti seorang pangeran kecil.
“Jodi, sebentar lagi ulang tahunmu. Coba putuskan kamu mau hadiah apa untuk ulang tahunmu!” ujar Tasya.
“Apakah Mama akan memberikan apapun yang saya minta?” tanya Jodi dengan malu–malu.
“Iya, tentu saja!” Sudah pasti Tasya akan melakukan apapun untuk Jodi.
Lalu, Jodi tersenyum dan berkata, “Baiklah kalau begitu. Saya akan beritahu apa yang saya inginkan untuk hadiah ulang tahun saya. Saya mau adik laki–laki dan perempuan sebagai hadiah ulang tahun.”
Saat Tasya mendengarnya, dia terdiam sejenak lalu tertawa terbahak–bahak. “Mama tidak bisa memberikan itu untuk hadiah ulang tahunmu!”
“Saya tidak terburu–buru, Mama. Itu bisa Mama berikan untuk hadiah ulang tahun saya di tahun depan!”
Ini membuat Tasya menghela napas. Dia tahu kalau anak laki–lakinya sedikit kesepian. Dia mengusap kepala Jodi dengan lembut dan berkata, “Pilihlah hadiah lain. Akan Mama pertimbangkan dulu untuk yang ini.”
Jodi langsung meminta sepaket mainan Lego, lalu Tasya memeluknya dan mencium keningnya. “Baiklah, Mama akan membelikannya untukmu.”
Setelah menidurkan Jodi, Tasya kembali ke kamarnya, mengambil sebuah tas di sofa, lalu melihat ke isi dokumen. Elan ada acara perkumpulan malam ini, jadi dia harus menunggunya pulang.
Sekitar pukul 11:00 malam, dia mendengar suara mobil datang dan tak lama, sesosok laki–laki tampan membuka pintu. Balutan kemeja dan celana hitam itu membuat penampilan Elan seolah mendominasi. Dia seperti model yang langsung keluar dari majalah.
“Kenapa kamu masih membaca–baca dokumen?” tanya Elan sambil duduk dan merebut dokumen di tangan Tasya sebelum berkata dengan sedih, “Sekarang sudah malam. Berhentilah bekerja.”
Saat itu, Tasya mengendus tubuh Elan. “Kamu bau alkohol. Kamu minum berapa banyak?”
“Saya tidak minum terlalu banyak. Saya mau mandi dulu.” Elan tidak mau bau alkohol itu menyebar ke tubuh Tasya. Meskipun dia tidak minum terlalu banyak, tapi aroma alkohol menyeruak di kamar dan aroma alkohol meresap dalam pakaiannya.
Sambil berbaring di tempat tidur, Tasya tiba–tiba memikirkan hadiah ulang tahun anaknya tadi. Karena rasa sakit yang dia rasakan saat melahirkan sebelumnya, itu membuatnya tertekan. Kalau dia punya anak lagi, sudah pasti dia akan merasakan rasa sakit yang sama.
Tapi, anggota keluarga Prapanca mulai berkurang. Jadi, dia masih dibebani tugas untuk meneruskan keturunan mereka. Sebelum dia memikirkan hal ini lebih jauh, dia melihat Elan keluar dari kamar mandi dalam balutan sebuah handuk.
Tubuhnya yang kekar dan berotot di bawah cahaya lampu membuat Tasya tergoda.
Saat Elan berbaring di tempat tidur dan memeluknya, Tasya pun memberitahu permintaan anaknya tadi pada Elan.
“Keputusan ada di tanganmu. Saya tidak akan memaksamu.” Elan mendekat dan mengecup keningnya. “Saya tidak keberatan kalau hanya ada Jodi.”
Lalu, Tasya mengangkat kepalanya sedikit dan bertanya, “Apakah kamu pernah berpikir untuk memiliki anak lagi?”
“Saya pernah memikirkan hal itu. Saya ingin seorang anak perempuan agar dia bisa secantik dirimu.” bibir Elan tersenyum simpul. Bagaimana mungkin dia tidak menginginkan anak lagi? Tapi, dia khawatir kalau Tasya akan merasakan rasa sakit lagi saat melahirkan anak dan dia tidak tega melihatnya.
Tasya juga ingin tahu; kalau dia punya anak perempuan, apakah anak itu akan mirip dengan dirinya atau Elan?
Lalu, Elan merentangkan tangannya dan menatapnya dengan terkejut, “Sayang, kenapa kamu tidak beritahu saya?”
Tasya seketika mendengus. “Bukankah kamu yang mencatat harinya? Beraninya kamu bertanya pada saya! Tentu saja saya tidak akan melakukannya!”
Dalam sekejap, Elan memeluknya dengan paksa. “Dasar nakal, apa kamu ingin membuat suamimu kelaparan?”
Ini adalah alasan yang cukup bagus untuk menghukum Tasya, tapi tak lama, Elan merasa sedikit jengkel. “Saya lupa membelinya. Saya akan hubungi Roy-”
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report