Ruang Untukmu -
Bab 462
Bab 462
Bab 462
“Sedang di ruang bermain di lantai tiga,” jawab tasya sambil menyajikan makanan yang dia masak tadi.
Tiba–tiba Elan menatapnya dan berkata, “Coba telepon Ayahmu dan tanyakan apakah beliau tidak keberatan kalau menambah satu tempat lagi untuk makan malam nanti.”
Mendengar ini, Tasya memicingkan matanya dan bertanya, “Kamu mau ikut makan malam di rumah saya?”
“Saya akan datang ke rumahmu di malam Natal dan kamu bisa datang ke rumah saya di hari Natalnya. Bagaimana?” ujar Elan. Dia sudah berniat untuk merayakan malam Natal di rumah Tasya.
Tasya tidak menolak tawaran Elan. Dia menganggukkan kepalanya dan berkata, “Baiklah. Saya akan memberitahu Ayah saya nanti.”
Sementara itu, Frans sedang sibuk bekerja. Dia masih kerja lembur di kantornya meskipun sekarang adalah malam Natal.
Tapi hari ini, dia duduk di kursinya untuk menyelesaikan urusan pribadinya dan bukan urusan kantor. Dia sedang menulis sebuah surat wasiat. Meskipun dia masih belum membutuhkannya, dia ingin mempersiapkan beberapa hal, mengingat kondisi kesehatannya akhir–akhir ini tidak begitu baik.
Romi kebetulan sedang ada di kantor untuk menandatangani sebuah dokumen saat dia tahu kalau Frans juga masih ada di kantor. Dia pun mampir ke ruangan Frans untuk menyapanya.
Saat Romi membuka pintu, Frans sedang membaca dokumen dan segera menutupinya dengan dokumen lain saat Romi masuk.
“Oh–ternyata kamu, Romi!” sapa Frans.
“Sekarang malam Natal, Pak Frans, dan Anda masih lembur.” Romi menambahkan, “Tolong jaga kesehatan Anda.”
“Saya mengerti. Kamu bisa pergi dan pulang dulu! Kembalilah bekerja setelah Natal.”
Romi adalah orang yang sensitif dan dia merasa sikap Frans agak aneh. Tapi belum sempat dia menanyakannya, ponsel Frans berdering.
“Halo? Baiklah. Saya akan turun sebentar lagi” ujar Frans lalu beranjak dari tempat duduknya setelah menutup telepon. “Saya harus pergi ke gudang. Kamu pulang dulu saja!”
“Saya akan menemani Anda. Pak,” ujar Romi, tapi segera ditolak oleh Frans.
“Tidak perlu. Saya hanya ingin mengecek beberapa contoh bahan saja.” Frans menunggu Romi keluar dari ruangan bersamanya, lalu menutup pintu,
Romi pun pura–pura berjalan ke ruangan Departemen Keuangan. Saat dia melihat Frans masuk ke dalam lift, Romi berbalik dan memastikan tidak ada orang disana sebelum dia masuk ke dalam ruang kantor Frans.
Frans tidak mengunci pintu ruangannya, jadi Romi bisa dengan mudah masuk begitu saja. Ketika dia mendekati meja Frans, dia melihat sebuah dokumen. Sepertinya itu adalah surat wasiat. Bukannya membaca surat wasiat itu, Romi justru mengeluarkan ponsel dan mengambil fotonya.
Setelah dia mengambil foto dari tiga halaman surat wasiat itu, dia mengembalikan dokumen itu ke tempatnya semula lalu bergegas pergi. Barulah saat dia masuk ke dalam mobilnya, dia bisa membaca dokumen yang dia foto tadi dengan lega.
Sebuah senyuman muncul di wajahnya saat dia selesai membaca isi surat wasiat itu.
Ternyata kekhawatiran Pingkan benar. Sepertinya Frans tidak berniat untuk mewariskan perusahaan pada Ibu dan Anak itu, hanya Tasya yang jadi pewaris perusahaan. Frans mungkin akan membagikan aset lain miliknya pada Pingkan dan anaknya, tapi itu semua tidak sebanding dengan perusahaan yang nilainya lebih dari 2 triliun.
Romi tiba–tiba teringat dengan kesepakatannya dengan Ibu dan anak itu. Sepertinya dia akan mendapat saham Perusahaan Konstruksi Merian selama dia bisa membuat Elsa jatuh cinta padanya.
Di saat yang bersamaan, Frans sedang berbicara dengan karyawannya di bagian gudang ketika ponselnya berdering. Dia melihat layar ponselnya dan mengangkatnya, “Halo, Tasya! Apa kamu sudah di rumah?”
“Saya belum berangkat, Ayah. Saya telepon untuk memberitahu Ayah kalau Elan akan ikut makan malam nanti.”
“Apa?!” seketika suasana hati Frans berubah senang saat mendengar perkataan anaknya. Sungguh sebuah kehormatan bisa kedatangan tamu seperti Elan. “Ini berita bagus! Ayah akan beritahu Pingkan untuk menyiapkan makanan yang banyak untuk menyambut Pak Elan!”
Setelah Frans menutup teleponnya dengan Tasya, dia segera menghubungi istrinya untuk memberitahu kalau Elan akan datang ke rumah mereka untuk ikut makan malam. Pingkan tentu saja terkejut mendengarnya.
“Apa? Pak Elan datang ke rumah kita untuk ikut makan malam? Kalau begitu kita harus menyiapkan lebih banyak makanan!” |
“Siapkan makanan lezat sebanyak mungkin. Jangan sampai kita tidak menjamunya dengan baik,” ujar Frans.
Setelah telepon ditutup, Pingkan bergegas meminta para pelayan untuk pergi ke tok swalayan lagi. Awainya Pingkan berencana untuk menyajikan makanan yang tidak disukai Tasya saat dia tahu Tasya akan pulang. Tapi, begitu dia tahu Elan akan datan dia tidak berani menyinggung Pak Elan, tak peduli seberapa bencinya dia pada Tasya.
Apalagi, ini adalah kesempatan langka untuk bisa bertemu dengan laki–laki yang memiliki kekayaan triliunan. Pingkan tentu saja masih memiliki rencananya sendir
Previous Chapter
Next Chapter
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report