Ruang Untukmu -
Bab 460
Bab 460
Bab 460
“Saya tidak bisa tidur karena saya terlalu senang! Malam ini benar–benar menyenangkan.” Setelah berkata seperti itu, dia menatap cucunya yang sedang menggendong anak laki–laki itu. Jodi selalu membuatnya teringat akan masa kecil Elan saat dia merawatnya.
“Nenek, kami pamit dulu. Jangan tidur terlalu malam,” Ujar Elan sebelum keluar rumah bersama Tasya. Setelah Elan menggendong Jodi ke dalam mobil, Jodi bersandar pada Ibunya dan kembali tertidur.
Di sepanjang perjalanan menuju ke vila, Jodi sama sekali tidak terbangun. Saat itu, Elan yang menggendong Jodi dan membawanya ke kamar. Tasya tidak nyaman saat harus menggendong anaknya ketika dia sedang memakai sepatu hak tinggi dan gaun seperti itu, jadi dia berganti sandal dan menuju ke kamar anaknya.
Saat dia masuk, hatinya kalut saat melihat Elan sedang berjongkok di samping tempat tidur Jodi sambil melepas sepatu dan kaos kaki Jodi dengan penuh rasa sayang.
Perkataan Helen tadi membuat hatinya sakit. Tidak ada laki–laki manapun, terutama laki–laki seperti Elan, yang mau membesarkan anak orang lain. Apakah Elan masih akan memperlakukan Jodi sebagai anaknya sendiri saat Tasya menikah dengan Elan dan melahirkan anak lagi?
Meskipun Tasya tidak ingin memikirkan hal itu, itu adalah pertanyaan yang harus dia ketahui jawabannya.
Saat dia mulai merasa sesak karena pertanyaan itu, Elan keluar dari kamar Jodi lalu menutup pintunya.
Elan menyadari wajah murung Tasya saat dia berdiri di bawah temaram lampu. Dia pun bertanya, “Kenapa kamu melamun di situ?”
“Bukan apa–apa. Ayo tidur lebih awal!” ujar Tasya lalu bergegas pergi.
Baru saja Elan akan meraih tangan Tasya, ponselnya berdering. Dia menatap nama si penelpon di layar ponselnya, lalu mengangkat teleponnya. “Halo?”
“Pak Elan, ada panggilan video penting yang mendadak dan Anda harus hadir.” Suara Roy terdengar di ujung telepon.
Elan melihat ke arah jam dan sekarang sudah pukul 11 malam. Dia pun berkata pada
Tasya, “Saya ada rapat. Kamu tidur duluan saja.”
Meskipun Tasya kecewa, dia hanya bisa menganggukkan kepala dan menurut.
Elan pun pergi ke ruang kerjanya yang ada di lantai dua, sedangkan Tasya masih teriaca di tempat tidurnya. Sambil berbaring di kepalanya terus terngiang perkataan Helen tadi.
Punya gangguan tidur atau insomnia itu memang berat. Jadi untuk menghabiskan waktunya, Tasya hanya memainkan ponselnya. Dan seketika dia terkejut saat melihat dirinya sudah terjaga selama dua jam. Karena dia tidak bisa tidur, dia pun turun ke lantai satu untuk minum segelas susu, berharap itu bisa membuatnya tertidur.
Tapi sebelum itu, dia masuk ke kamar Jodi untuk mengeceknya. Jodi terlelap dengan selimut menutupi tubuhnya dan dia badannya penuh keringat karena selimut itu.
Tasya awalnya ingin turun ke lantai satu, tapi kemudian berbalik dan berjalan ke ruang kerja Elan. Dia tahu Elan pasti masih ada di dalam saat dia melihat cahaya lampu yang menyala dari celah bawah pintu.
Tasya mengetuk pintu perlahan beberapa kali sebelum membuka pintunya. Meskipun ruangan di lampu itu menyala terang, Elan berbaring di sofa dan tertidur. Tasya mendekat ke sofa dan jantungnya
berdegup saat melihat wajah tampan Elan di bawah cahaya lampu. Elan memiliki alis yang indah, mata yang tajam dan penuh makna, hidung mancung, dan bibir yang sensual. Dia adalah orang yang terlihat semakin tampan saat usianya bertambah.
Apakah Elan tertidur di sofa karena kelelahan bekerja? pikir Tasya. Dia pun kembali ke lantai atas untuk mengambil selimut dan menyelimutinya.
Saat Tasya sedang merapikan ujung selimut, Elan terbangun. Dia membuka matanya, yang memiliki bulu mata lentik, dan menatap Tasya. “Kenapa kamu masih belum tidur?”
“Kenapa kamu tidak tidur di kamar?” tanya Tasya.
“Saya ketiduran saat menunggu telepon masuk.” Ujar Elan sambil duduk di sofa. Dia merentangkan tangannya dan memeluk Tasya. “Kenapa kamu masih belum tidur?”
“Saya... Saya bangun untuk mengecek Jodi.” Ujarnya. Tasya tidak bisa memberitahu Elan kalau dia mengidap insomnia.
Elan menatapnya penuh rasa sayang. “Cobalah tidur lebih awal.” Dia pun menambahkan, “Saya akan mengecek Jodi nanti.”
Mendengar ini, Tasya, yang sedang bersandar di dada Elan, mengangkat kepalanya dan berkata, “Kamu baik sekali pada Jodi.”
“Dia benar–benar seperti anak saya sendiri, kamu tahu? Saya melihat diri saya dalam dirinya,” ujar Elan jujur sambil menundukkan kepalanya.
Tasya melingkarkan tangannya ke leher Elan dan mencium pipinya. Ini membuat
Elan terkejut. Tasya berkata, “Terima kasih sudah menjaga anak saya untuk saya.”
“Tidak perlu berterima kasih pada saya. Bukankah itu sudah kewajiban saya?”
Meskipun begitu, Tasya tetap saja berterima kasih pada Elan, karena kehadiran Elan sangat berarti bagi Jodi.
Previous Chapter
Next Chapter
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report